Manusia, oleh Allah, diberi tanggung jawab sebagai khalifah fi Al-Ardl yang bertugas untuk menjaga, mengelola, dan melestarikan bumi dan segala isinya. Untuk bisa melaksanakan hal itu, Allah menganugerahkan dua potensi agung pada diri manusia, yaitu akal dan budi yang menjadi tanda kemanusiaan baginya. Akal dan budi lah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dari Akal dan budi, lahirlah peradaban dan kebudayaan di muka bumi, yang terus-menerus berkembang seiring bergulirnya zaman.
Peradaban dan kebudayaan yang baik lahir dari akal yang sehat dan budi yang kuat. Akal yang tidak sehat, yang dihasut oleh ambisi manusia, sedangkan budinya pun lemah terkalahkan oleh kerakusan manusia, akan bekerja keras mencari cara apapun dan bagaimanapun untuk merealisasikan ambisi dan memenuhi kerakusan tanpa melihat apakah cara itu baik atau buruk, benar atau salah. Ketika semuanya bisa tercapai, jumawalah manusia, apa yang didapatnya diaku hasil kerja kerasnya tanpa campur tangan Tuhan. Manusia saat itu bak hewan buas, membabat semua yang menghalangi jalan tercapainya ambisi, menjadi budak nafsu yang buta akan kebenaran. Bumi pun bisa-bisa menjadi rusuh, kacau, dan bahkan hancur luluh lantah.
Untuk menghindari semua itu, yang disebabkan kealpaan manusia dalam mendayagunakan akal dan budinya tidak dengan semestinya, maka Allah menurunkan agama yang dibawa oleh para pembawa risalah yang penuh amanah. Agama datang untuk menjaga manusia tetap menjadi manusia yang berkemanusiaan, yang mendayagunakan akal dan budinya secara tepat dan benar. Akal diarahkan untuk memikirkan hal-hal berguna untuk kemaslahatan dirinya secara duniawi maupun ukhrawi, dan budi pekertinya dijaga agar tetap ada dalam kebenaran sehingga hidup dalam keharmonisan dan kedamaian.
Tuntunan agama secara global berisi tentang ibadah, dan memang manusia diciptakan hikmahnya agar mereka bisa beribadah kepada penciptanya, Allah SWT, sang penguasa alam semesta. Namun, untuk memahami pesan sejati yang disampaikan oleh Allah di dalam Al-Quran sebagai tuntunan hidup, manusia memerlukan akal sehat yang terlepas dari gelapnya hawa nafsu.
Akal diibaratkan sebagai pisau untuk membuka intisari Al Quran, yang dengan intisari Al Quran tersebut manusia menjadi tahu langkah-langkah yang harus diambil ketika hidup di bumi sebagai pengemban amanah Tuhan, Khalifah fi Al-Ardl. Langkah-langkah tersebut adalah langkah-langkah pengabdian kepada Tuhan, yang diversifikasi menjadi dua macam, pertama pengabdian yang bersifat ritual(hablun minallah) dan yang kedua pengabdian yang bersifat sosial(hablun minannas).
Akal diibaratkan sebagai pisau untuk membuka intisari Al Quran, yang dengan intisari Al Quran tersebut manusia menjadi tahu langkah-langkah yang harus diambil ketika hidup di bumi sebagai pengemban amanah Tuhan, Khalifah fi Al-Ardl. Langkah-langkah tersebut adalah langkah-langkah pengabdian kepada Tuhan, yang diversifikasi menjadi dua macam, pertama pengabdian yang bersifat ritual(hablun minallah) dan yang kedua pengabdian yang bersifat sosial(hablun minannas).
Pengabdian manusia yang bersifat ritual, sifatnya privasi antara dia dengan Tuhannya. Pengabdian ritual bertujuan untuk mengerdilkan kuasa akal yang tumpul dan tunduk akan hakikat sebenarnya Tuhan, dan menaklukkan kerakusan nafsu yang tidak akan ada habisnya.
Pengabdian ritual yang dilakukan dengan benar penuh ketundukan dan kekhusyukan akan melahirkan pribadi berbudi yang hatinya tenang dan damai yang tercermin dalam pengabdiannya yang bersifat sosial atau mu'amalah, yakni ibadah yang hubungannya dengan sesama. Pengabdian sosial menekankan terciptanya keharmonisan di antara manusia yang bisa saling membantu, menyayangi dan menghidupi.
Nilai-nilai kejujuran, perdamaian, saling memaafkan kesalahan, dan toleransi dalam perbedaan, harus senantiasa mewarnai langkah-langkah pengabdian sosial manusia, yang tujuannya tetap agar Tuhan senang dan ridha terhadap tindak tanduk kita sebagai Khalifah fi Al-Ardl. Dari gambaran itu, bisa diketahui bahwa akal dan budi kita telah terbimbing dan terarahkan untuk mengikuti perintah Tuhan semesta Alam.
Pengabdian ritual yang dilakukan dengan benar penuh ketundukan dan kekhusyukan akan melahirkan pribadi berbudi yang hatinya tenang dan damai yang tercermin dalam pengabdiannya yang bersifat sosial atau mu'amalah, yakni ibadah yang hubungannya dengan sesama. Pengabdian sosial menekankan terciptanya keharmonisan di antara manusia yang bisa saling membantu, menyayangi dan menghidupi.
Nilai-nilai kejujuran, perdamaian, saling memaafkan kesalahan, dan toleransi dalam perbedaan, harus senantiasa mewarnai langkah-langkah pengabdian sosial manusia, yang tujuannya tetap agar Tuhan senang dan ridha terhadap tindak tanduk kita sebagai Khalifah fi Al-Ardl. Dari gambaran itu, bisa diketahui bahwa akal dan budi kita telah terbimbing dan terarahkan untuk mengikuti perintah Tuhan semesta Alam.
Kesimpulannya, akal manusia bertugas untuk mencari tahu tentang segala hal, budi pekerti bertugas untuk menilai baik-buruknya hal itu, sedangkan agama bertindak sebagai hakim, menilai apakah hal itu benar atau salah menurut pandangan Tuhan.
Akal melahirkan kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi, budi melahirkan tradisi dan budaya, sedangkan agama membimbingnya sehingga membuat semua itu sempurna dengan mempertahankan kebaikan dan kebenaran yang ada, dan mengikis semua kekurangan dan kesalahan yang bertentangan dengan kehendak dan titah penguasa alam. Jika sudah demikian, manusia telah berhasil mengemban amanah sebagai Khalifah fi Al-Ardl yang menciptakan kondisi bumi tetap terjaga dalam ketentraman dan kedamaian.
Akal melahirkan kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi, budi melahirkan tradisi dan budaya, sedangkan agama membimbingnya sehingga membuat semua itu sempurna dengan mempertahankan kebaikan dan kebenaran yang ada, dan mengikis semua kekurangan dan kesalahan yang bertentangan dengan kehendak dan titah penguasa alam. Jika sudah demikian, manusia telah berhasil mengemban amanah sebagai Khalifah fi Al-Ardl yang menciptakan kondisi bumi tetap terjaga dalam ketentraman dan kedamaian.
0 Comments