Penjelasan Taubat Dalam Tasawuf bagi. 2

Penjelasan Taubat Dalam Tasawuf bagi. 2,- Pada artikel yang lalu penulis pernah membahas definisi taubat ditinjau dari pandangan tasawuf. Untuk kali ini penulis akan membahas bagian keduanya, yang masih menyangkut tentang merasa menyesal dalam bertaubat. Memang tidak bisa dipungkiri perbuatan dosa memang sangat menyenangkan karena hal tersebut berurusan dengan hawa nafsu, namun hawa nafsu yang dibenci oleh Allah. Akan tetapi hawa nafsu tersebut tidak akan berlangsung lama, dan yang tersisa dari perbuatan tersebut adalah penderitaan jiwa.

Penjelasan Taubat Dalam Tasawuf bagi. 2
Oleh karena itu, jangan sampai kita menukar kenikmatan yang kekal demi kenikmatan sesaat.

Menurut Imam Ghazali bahwa “syarat penyesalan yang sempurna dalam bertaubat adalah mengembalikan pikiran kepada masa lampau yaitu ketika hari pertama ia baligh dengan umur atau dengan hendaklah ia memperhatikan terhadap yang dilakukannya semenjak menginjak dewasa (14 tahun bagi laki-laki dan 11 tahun bagi perempuan) dari tahun ke tahun, dari bulan ke bulan, hari ke hari, dan dari setiap tarikan napas. Kemudian menengok, apakah perjalanannya selama ini telah di isi oleh ibadah atau masih diperbanyak dengan dosa dan kelalaian. “

Dalam ucapan imam Al-Ghazali itu memberi maksud kepada kita bahwa orang yang bermaksiat, wajib memeriksa atau meneliti mulai dari permuaan baligh, terhadap pendengaran, penglihatan, lisan, perut, tangan, kaki, kemaluan, dan anggota tubuh lainnya. Kemudian menengok pada semua hari dan jamnya. Lalu merinci kejahatan-kejahatan mulai dari yang besar hingga dosa yang terkecil. Jika telah semuanya teringat, maka hari harus merasa menyesal dengan sedalam-dalamnya penyesalan, dari rasa penyesalan yang mendalam itu, maka muncul dorongan hati untuk bertobat. Kemudian hatinya terdorong untuk berbuat kebaikan demi mendapatkan ampunan Allah serta dapat menghapus dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Hud : 114

Penjelasan Taubat Dalam Tasawuf bagi. 2

Penjelasan di atas merupakan taubat dari perbuatan dosa antara makhluk dengan Tuhannya. Nah, pada bagian selanjutnya adalah membahas mengenai hubungan sesama manusia.

Adapun kesalahan yang berhubungan dengan manusia, maka peneyesalannya bukan hanya sebagaimana yang telah di sebutkan di atas, akan tetapi harus di iringi dengan permintaan maaf kepada orang yang telah kita dosai. Misalnya pernah menganiaya, menyakiti hatinya, atau merusak kehormatannya. Hal ini selain bertaubat kepada Allah, juga harus dibarengi dengan meminta maaf serta meminta keikhlasan hati orang dianiaya agar memaafkan kita.

Kita harus ingat. Perbuatan menganiaya tidak cukup ditebus dengan ucapan meminta maaf saja. Namun ia juga harus berbuat baik kepada seseorang yang telah dianiaya. Jika ia pernah merampas hartanya, maka dapat dihapus dengan cara mengembalikannya. Jika orang yang dianiaya itu tidak ada, maka harta itu harus dikembalikan kepada ahli warisnya. Jika ahli warisnya tidak ada, maka harta itu harus dishodaqohkan dijalan Allah.

Oleh sebab itu, orang yang benar-benar ingin menempuh jalan penyucian jiwa, maka haruslah bertaubat. Semua syarat-syarat taubat harus dijalani dengan benar dan penuh dengan ketundukan hati serta penyesalan juga, dan juga dengan sikap berbuat baik, baik kepada sesama ataupun penghambaan diri kepadaNya.

Tobat Tingkat Kedua
Itulah yang dinamakan taubat pada tingkatan pertama. Dan adapun taubat pada tingkatan kedua yaitu kembali dari jalan yang baik menuju lebih baik lagi. Taubat semacam ini adalah kebiasaan para muqorrobin. Sebagaimana yang tertuang dalam QS. Qaaf : 32-33.

Taubat pada tingkatan ini akan senantiasa menimbulkan upaya untuk meningkatkan kualitas ibadah seseorang menuju pada tingkat akhir, yakni kesempurnaan. Orang yang telah bertaubat pada tataran ini mempunyai keyakinan bahwa ibadah yang dilakukan selama ini jauh dari sempurna dan selalu merasa kurang. Kekurangan dalam beribadah dianggapnya sebagai suatu kesalahan terhadap Allah.

Orang yang bertaubat dalam tingkatan kedua ini mempunyai semangat hidup yang berapi-api. Ia senantiasa ingin hari esok lebih baik daripada hari ini. Ketika selesai shalat, maka hatinya justru tidak tenang karena merasa shalatnya kurang sempurna. Ia merasa berdosa kepada Allah karena tidak mampu memenuhi kawajibannya dengan sempurna. Oleh karena itu, ia terus menerus meningkatkan mutu ibadahnya. Hingga semakin hari menjadi semakin sempurna. Itulah yang disebut dengan kesempurnaan.

Akan tetapi ternyata tingkatan pertama dan kedua ini baru sebatas taubat dalam rangka memerangi hawa nafsu. Di mana melawan hawa nafsu demi membebaskan diri dari maksiat., baik yang dhahir maupun maksiat bathin. Tentunya tidak hanya disitu saja, untuk menyatakan seseorang benar-benar bertaubat. Artinya seseorang belum tentu lulus dari memenuhi kesempurnaan taubat. Karena kemaksiatan batin, baru bisa dihilangkan ketika seseorang berada dalam maqam zuhud (Insyaa Allah suatu saat, admin akan menjelaskan mengenai maqam zuhud)

Taubat Tingkat Ketiga
Inilah tingkatan terakhir dalam taubat, yakni disebut dengan aubah. Yang bermakna kembali yang terbaik menuju Allah. Taubat ini disebut juga Taubatur Rasul karena lazim dilakukan oleh para nabi dan rasul. Dalam taubat semacam ini, seseorang dimotivasi bukan karena apapun (tidak karena takut neraka atau mengharapkan surga) namun semata-mata murni karena kecintaan atau kepatuhannya kepada Allah. Seseorang yang mampu menjalani taubat ini sudah barang tentu ia telah mencapai tingkat wara’.

Itulah penjelasan mengenai taubat dalam pandangan tasawwuf beserta tingkatan-tingkatannya. Selesai !

Terima Kasih. Semoga Bermanfaat !

Post a Comment

0 Comments